Minggu, 16 Februari 2020

PERSEPSI MASYARAKAT TERHADAP INDIKATOR EKONOMI TANAH


PERSEPSI MASYARAKAT TERHADAP INDIKATOR EKONOMI TANAH

Trie Sakti, Suryalita dan Robin T.H. Sijabat[*]
Abstrak
Tanah merupakan salah satu komoditi yang mempunyai nilai ekonomi yang sangat tinggi, yang diakibatkan oleh kebutuhan tanah yang terus meningkat dan ketersediannya terbatas. Penelitian ini mengexplorasi sejauh mana pengetahuan, sikap dan perilaku masyarakat terhadap nilai ekonomi tanah yang mereka miliki. Penelitian ini menggunakan pendekatan kualitatif, dengan analisis isi. Data dikumpulkan dengan menggunakan kuesioner. Persepsi masyarakat akan investasi tanah merupakan salah satu pemanfaatan nilai ekonomi yang dapat digunakan sebagai modal, dimana tidak terlepasnya peran serta program BPN dalam sertipikasi tanah.

Kata kunci : persepsi, indikator, ekonomi tanah
I.         PENDAHULUAN
a.        Latar Belakang
Tanah memiliki fungsi dan kedudukan yang sangat penting dalam berbagai bidang kehidupan, terlebih lagi sebagai tempat bermukim dan tempat usaha. Pesatnya pembangunan diberbagai bidang kehidupan, menyebabkan tanah menjadi komoditi yang mempunyai nilai ekonomi yang sangat tinggi dan sulit dikendalikan. Kondisi demikian terutama diakibatkan oleh kebutuhan lahan yang terus meningkat dengan sangat pesat sementara ketersediaannya terbatas, dan tidak mungkin dapat diproduksi seperti kebutuhan lainnya.
Penguasaan dan pemilikan tanah menjadi tidak berimbang manakala kalangan masyarakat atas atau perusahaan dapat dengan mudah menguasai dan memanfaatkan lahan dengan skala luas. Sementara akses warga miskin terhadap penguasaan tanah sangat kurang, hal ini menjadi salah satu penyebab kemiskinan di Indonesia sulit berkurang. Ketimpangan penguasaan dan pemilikan tanah antara warga miskin dan kalangan atas menyebabkan tingkat kemiskinan di Indonesia tidak pernah berkurang dari 10%. Data Biro Pusat Statistik (BPS) menyebutkan jumlah orang miskin di Indonesia kurang dari 40 juta jiwa, sementara Bank Dunia menyatakan penduduk miskin kita lebih dari 90 juta jiwa. Fenomena ini pula memunculkan kecemburuan sosial yang berujung pada aksi-aksi anarkis masyarakat.
Tanah dikaitkan dengan pasal 1 UUPA bahwa tanah merupakan karunia Tuhan, dan selanjutnya dalam pasal 6 menyebutkan bahwa tanah mempunyai fungsi sosial. Dalam alinea keempat Pembukaan UUD 1945 dinyatakan bahwa cita-cita negara adalah mewujudkan keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia. Negaralah yang harus berperan besar karena memiliki kekuasaan atas seluruh bumi, air, dan ruang angkasa, sehingga nantinya dapat dimanfaatkan nilai ekonomi tanah tersebut.
Untuk mewujudkan cita-cita tersebut, perlu mengedepankan keadilan dan kesejahteraan, yang kemudian oleh BPN RI dirumuskan dalam 11 Agenda Prioritas, yang salah satunya adalah mengembangkan dan memperbaharui politik, hukum, kebijakan pertanahan, yang kesemuanya dibingkai dalam kebijakan reforma agraria atau pembaharuan agraria pertanahan. Reforma agraria atau bisa juga disebut pembaharuan agraria, merupakan land reform plus. Plusnya adalah access reform. Di samping masyarakat sebagai subjek melalul distribusi tanah, juga dikembangkan berbagai akses. Akses yang akan diberikan itu bisa berupa akses terhadap ekonomi rakyat, kepada kapasitas dan kemampuan, serta akses lainnya yang bisa mengembangkan tanahnya lebih produktif lagi.[1]  Dan kemudian pada tahun 2010, Presiden meresmikan lima Program Strategis Pertanahan Untuk Keadilan dan Kesejahteraan Rakyat yang meliputi: reforma agraria, pengendalian pertanahan dan pemberdayaan masyarakat, penertiban tanah terlantar, penyelesaian sengketa pertanahan, percepatan legalisasi aset tanah masyarakat dan tanah pemerintah serta pengembangan akses masyarakat pada penguasaan dan pelayanan pertanahan melalui Kantor Pertanahan bergerak, Larasita.
Program-program tersebut tentunya harus bersinergi dengan program pembangunan daerah sehingga apa yang menjadi Visi Indonesia tahun 2014 yaitu “Terwujudnya Indonesia Yang Sejahtera, Demokratis, Dan Berkeadilan”, dapat terlaksana. Upaya mewujudkan peningkatan kesejahteraan rakyat akan dilakukan melalui pembangunan ekonomi yang berlandaskan pada keunggulan daya saing, kekayaan sumber daya alam, sumber daya manusia, dan budaya bangsa.
Daerah harus membuat program untuk peningkatan kesejahteraan rakyat dan mampu menggerakkan perekonomian rakyat baik ekonomi mikro, kecil dan menengah. Kesemuanya adalah dalam rangka memenuhi hak-hak dasar rakyat, seperti diatur dalam UUD 1945, antara lain adalah terpenuhinya kebutuhan sandang, pangan, papan, dan pendidikan. Oleh karena itu pendayagunaan tanah harus mempunyai kemampuan yang handal dalam mengelola sumber daya ekonomi daerah dan pemberdayaan masyarakat sehingga masyarakat dapat menikmati kualitas kehidupan yang lebih baik, maju, dan tenteram.
Tanah tidak dapat dipungkiri merupakan akses masyarakat menuju kemajuan dan pencapaian keadilan dan kesejahteraan sosial. Mencermati masalah  tersebut di atas, kiranya perlu dilakukan penelitian untuk mengetahui indikator ekonomi yang dapat digunakan untuk pemberian tanah bagi keadilan dan kesejahteraan rakyat.
b.        Perumusan Masalah
Dalam makalah ini penulis mencoba menelaah masalah sebagai berikut:
1.         Bagaimana persepsi masyarakat terhadap indikator ekonomi tanah untuk  kesejahteraan rakyat?
2.         Bagaimana persepsi masyarakat terhadap program BPN untuk kesejahteraan rakyat?
3.         Bagaimana persepsi masyarakat terhadap manfaat nilai ekonomi tanah untuk meningkatkan kesejahteraan rakyat?
c.         Tujuan
Berdasarkan permasalahan penelitian di atas maka tujuan dari penelitian ini yaitu:
1.         Mengetahui persepsi masyarakat terhadap Indikator ekonomi tanah untuk  kesejahteraan rakyat;
2.         Mengetahui persepsi masyarakat terhadap program BPN untuk kesejahteraan rakyat;
3.         Mengetahui persepsi masyarakat terhadap manfaat nilai ekonomi tanah untuk meningkatkan kesejahteraan rakyat.
d.    Teori
Di berbagai belahan dunia, reforma agraria merupakan jawaban yang muncul terhadap masalah ketimpangan struktur agraria, kemiskinan dan ketahanan pangan dan pembangunan perdesaan. Berbagai negara mengimplementasikan program pembaharuannya sesuai dengan struktur dan sistem sosial, politik dan ekonomi yang dianutnya. Makna reforma agraria adalah restrukturisasi penggunaan, pemanfaatan, penguasaan dan pemilikan sumber-sumber agraria, terutama tanah yang mampu menjamin keadilan dan keberlanjutan peningkatan kesejahteraan rakyat. Apabila makna ini didekomposisi, terdapat lima komponen mendasar di dalamnya yaitu:
·      Restrukturisasi penguasan asset tanah ke arah penciptaan struktur sosial-ekonomi dan politik yang lebih berkeadilan (equity),
·      Sumber peningkatan kesejahteraan yang berbasis keagrarian (welfare)
·      Penggunaan/pemanfaatan tanah dan faktor-faktor produksi lainnya secara optimal (efficiency)
·      Keberlanjutan (sustainability), dan
·      Penyelesaian sengketa tanah (hormony)[2]
1.      Konsep Persepsi
Manusia sebagai makhluk sosial yang sekaligus juga makhluk individual, maka terdapat perbedaan antara individu yang satu dengan yang lainnya (Wolberg, 1967). Adanya perbedaan inilah yang antara lain menyebabkan mengapa seseorang menyenangi suatu obyek, sedangkan orang lain tidak senang bahkan membenci obyek tersebut. Hal ini sangat tergantung bagaimana individu menanggapi obyek tersebut dengan persepsinya. Pada kenyataannya sebagian besar sikap, tingkah laku dan penyesuaian ditentukan oleh persepsinya.
Persepsi pada hakikatnya adalah merupakan proses penilaian seseorang terhadap obyek tertentu. Menurut Young (1956) persepsi merupakan aktivitas mengindera, mengintegrasikan dan memberikan penilaian pada obyek-obyek fisik maupun obyek sosial, dan penginderaan tersebut tergantung pada stimulus fisik dan stimulus sosial yang ada di lingkungannya. Sensasi-sensasi dari lingkungan akan diolah bersama-sama dengan hal-hal yang telah dipelajari sebelumnya baik hal itu berupa harapan-harapan,nilai-nilai, sikap, ingatan dan lain-lain. Sedangkan menurut  Wagito (1981) menyatakan bahwa persepsi merupakan proses psikologis dan hasil dari penginderaan serta proses terakhir dari kesadaran, sehingga membentuk proses berpikir. Di dalam proses persepsi individu dituntut untuk memberikan penilaian terhadap suatu obyek yang dapat bersifat positif/negatif, senang atau tidak senang dan sebagainya. Dengan adanya persepsi maka akan terbentuk sikap, yaitu suatu kecenderungan yang stabil untuk berlaku atau bertindak secara tertentu di dalam situasi yang tertentu pula (Polak, 1976). Dengan demikian persepsi merupakan suatu fungsi biologis (melalui organ-organ sensoris) yang memungkinkan individu menerima dan mengolah informasi dari lingkungan dan mengadakan perubahan-perubahan di lingkungannya. (Eytonck, 1972).[3]
Persepsi, menurut Rakhmat Jalaludin (1998: 51), adalah pengalaman tentang objek, peristiwa, atau hubungan-hubungan yang diperoleh dengan menyimpulkan informasi dan menafslrkan pesan. Menurut Ruch (1967: 300), persepsi adalah suatu proses tentang petunjuk-petunjuk inderawi (sensory) dan pengalaman masa lampau yang relevan diorganisasikan untuk memberikan kepada kita gambaran yang terstruktur dan bermakna pada suatu situasi tertentu. Senada dengan hal tersebut Atkinson dan Hilgard (1991: 201) mengemukakan bahwa persepsi adalah proses dimana kita menafsirkan dan mengorganisasikan pola stimulus dalam lingkungan.
Dikarenakan persepsi bertautan dengan cara mendapatkan pengetahuan khusus tentang  kejadian pada saat tertentu, maka persepsi terjadi kapan saja stimulus menggerakkan indera. Dalam hal ini persepsi diartikan sebagai proses mengetahui atau mengenali obyek dan kejadian obyektif dengan bantuan indera (Chaplin, 1989: 358). Dalam hal ini, persepsi mencakup penerimaan stimulus (inputs), pengorganisasian stimulus dan penerjemahan atau penafsiran stimulus yang telah diorganisasi dengan cara yang dapat mempengaruhi perilaku dan membentuk sikap, sehingga orang dapat cenderung menafsirkan perilaku orang lain sesuai dengan keadaannya sendiri (Gibson, 1986: 54).[4]
2.      Konsep Ekonomi Tanah
Konsep ekonomi atas tanah dapat dibagi menjadi 6 bagian penting yaitu: 1) Konsep ruang,   2) Konsep Alam, 3) Faktor Produksi dan Barang Konsumsi, 4) Konsep situasi, 5) Konsep property dan 6) Konsep Modal. Dari keenam konsep ekonomi tanah di atas ada dua konsep yang berkaitan dengan penelitan ini, yaitu :
1. Konsep            faktor      produksi       dan            barang konsumsi.
Oleh karena pengertian konsep tanah sebagai faktor produksi sangat dekat dengan pengertian konsep tanah sebagai barang konsumsi, maka kedua konsep ini digabungkan menjadi satu. Para pakar ekonomi seringkali menggolongkan tanah sebagai salah satu faktor dasar produksi, disamping tenaga kerja, modal dan manajemen.Sebagai faktor produksi, biasanya tanah akan diperhitungkan sebagai sumber penghasil makanan, bahan bangunan, mineral sumber energi dan bahan baku lainnya yang dibutuhkan oleh masyarakat moderen.Sedangkan sebagai barang konsumsi tanah seringkali ingin dimiliki oleh manusia tidak saja karena secara langsung mampu meningkatkan hasil produksi, namun juga memiliki nilai sebagai barang konsumsi.
2.  Konsep  modal.
Dalam kegiatan manusia, tanah sering dipandang sebagai faktor produksi. Oleh karena itu akan lebih realistis apabila tanah juga diperhitungkan sebagai modal. Dari sudut pandang ekonomi seringkali tanah dan modal sulit sekali dipisahkan secara jelas. Menurut pandangan masyarakat biasa, tanah sering kali dianggap berjumlah tetap, tidak dapat rusak, tanah adalah sesuatu yang harus dibeli atau disewa sebagaimana barang modal lainnya. Dalam pengertian ini, tanah dapat dipandang sebagai modal oleh perorangan.[5]
3.  Konsep Kesejahteraan
Beberapa ahli (Miceli dkk., 1991; Minton dkk., 1994) mengemukakan bahwa keadilan harus diformulasikan pada tiga tingkatan, yaitu outcome, prosedur, dan sistem. Di sini penilaian keadilan tidak hanya tergantung pada besar kecilnya sesuatu yang didapat (outcome), tetapi juga pada cara menentukannya dan sistem atau kebijakan di balik itu.
Paham negara hukum telah ada pada abad XVIII, dipelopori oleh Immanuel Kant (1724-1804). Pada masa itu yang dimaksud negara hukum adalah negara yang mengatur masalah keamanan dan ketertiban di dalam negara berdasarkan hukum yang berlaku, sedangkan urusan ekonomi dan sosial diserahkan kepada inisiatif masyarakat. Negara hukum yang demikian itu kemudian disebut negara hukum dalam arti formal, sempit, klasik, murni atau negara hukum penjaga malam (nightwatcher), sebab negara tidak ikut campur dalam urusan kesejahteraan rakyat. Keadaan itu menimbulkan gejala liberalisme pada bidang politik dan kapitalisme pada bidang ekonomi.
Perkembangan kedua paham itu (liberalisme dan kapitalisme) merangsang tumbuhnya dua teori, yaitu teori negara kesejahteraan (welfare state) atau sosialisme demokrasi dan teori sosialisme komunis. Menurut teori negara kesejahteraan, negara hukum adalah negara yang segala tindakannya didasarkan pada hokum, baik tertulis maupun tidak tertulis dengan kewajiban mewujudkan kesejahteraan bagi seluruh warga negara. Teori ini kemudian disebut negara hukum modern, negara hukum dalam arti luas, negara hukum material.[6]

II.      METODE PENELITIAN
Waktu dan Tempat
Penelitian ini dilaksanakan pada tanggal 29 Oktober 2010 dan mengambil lokasi RT.02 RW.09, Desa Ciherang, Kecamatan Dramaga, Kabupaten Bogor. Penelitian ini mengambil populasi masyarakat di RT.02 RW.09, Desa Ciherang yang pekerjaanya sebagai petani.
Cara Pengumpulan Data
Pengumpulan data penelitian ini dilakukan dengan pendekatan survey. Teknik penarikan sampel menggunakan teknik penarikan sampel acak sederhana (simple random sampling) terhadap data primer.
Metode Analisis Data
Penelitian ini menggunakan pendekatan kualitatif. Metode analisisnya menggunakan metode content analysis untuk data primer dan pengumpulan datanya dilaksanakan melalui pengisian kuesioner dan wawancara secara mendalam kepada masyarakat. Data yang berasal dari data primer, dikelompokkan dan kemudian dianalisis secara kualitatif.
Unit analisis penduduk RT.02 RW.09 Desa Ciherang, Kecamatan Dramaga, yang bekerja sebagai petani, dengan usia 30 sampai dengan 70 tahun. Jumlah responden yang mengisi kuesioner sebanyak 8 orang. Sampel diambil 10% dari jumlah populasi di RT.02 RW.09 yang berjumlah ± 80 KK.
III.   HASIL DAN PEMBAHASAN
Penelitian ini dilakukan dengan menganalisis Persepsi Masyarakat Terhadap Indikator Ekonomi Tanah. Sampel diambil di Desa Ciherang Kecamatan Dramaga. Jumlah penduduk Desa Ciherang ± 9.548 jiwa dengan luas wilayah 466 Ha. Kemudian diambil sampel RT.02 RW.09 yang berjumlah ± 80 KK. Dari jumlah 80 KK tersebut diambil sampel sebanyak 10%, sehingga sampelnya berjumlah 8 responden. Berikut ini akan disajikan hasil pengolahan data dari 8 responden, sebagai berikut:
1.             Karakteristik responden
Adapun karakteristik responden, dapat dilihat pada Tabel 1.

Tabel 1. Karakteristik Responden
No.
Karakteristik Responden
Jumlah
Rata-Rata
1
Jenis Kelamin



- Laki-laki
5
           0,63

- Wanita
3
           0,38
2
Usia



- 30 - 50 Tahun
5
           0,63

- 51 - 70 Tahun
3
           0,38
3
Pendidikan terakhir



- SD
8
           1,00
4
Pekerjaan



- Petani
4
           0,50

- Ibu rumah tangga
3
           0,38

- Pedagang
1
           0,13
5
Status Tanah yang Dimiliki



- Hak milik
3
           0,38

- Sewa
0
                 -

- Bekas Milik Adat
5
           0,63
6
Lamanya Kepemilikan Tanah



- >  20 Tahun
7
           0,88

- 20 s.d 5 Tahun
-
                 -

- < 5 Tahun
1
           0,13

Untuk karakteristik jenis penggunaan tanah, disajikan pada Tabel 2.
Tabel 2. Karakteristik Jenis Penggunaan Tanah.
Jenis Penggunaan Tanah
Jumlah
Rata-Rata
- Sawah
38.300
 4.788
- Kebun
-
- Pekarangan
-
- Rumah
2.492
 312
- Lainnya
1.170
 146

Dari Tabel 1 dan Tabel 2, terlihat bahwa 8 responden tersebut, terdapat 3 responden wanita dan 5 responden laki-laki. Usia dari responden berkisar 30 tahun sampai dengan 50 tahun berjumlah 5 orang, dan 51 tahun sampai dengan 70 tahun berjumlah 3 orang. Pendidikan terkahir dari 8 responden tersebut adalah Sekolah Dasar. Sementara itu jenis pekerjaan dari para responden, petani berjumlah 4 responden, yang bekerja sebagai ibu rumah tangga 3 responden dan 1 responden sebagai pedagang. Adapun jenis penggunaan tanah yang terdapat di lokasi adalah tanah sawah dan rumah. Status tanah dari 8 responden, 3 responden yang dimiliki adalah hak milik, dan 5 responden lainnya adalah tanah milik adat yang didapatkan dari warisan. Rata-rata pemilikan tanah yang dikuasai oleh responden adalah 7 responden menguasai/memiliki tanah tersebut diatas 20 tahun dan 1 responden di bawah 5 tahun. Jenis penggunaan tanahnya, tanah sawah mempunyai luas 38.300 M2 dan tanah untuk rumah seluas 2.492 M2, sedangkan tanah lainnya mempunyai luas 1.170 M2.

2.             Analisis Isi
Secara umum, analisis isi berupaya mengungkap berbagai informasi dibalik data yang disajikan dimedia atau teks. Analisi isi dapat didefinisikan sebagai teknik mengumpulkan dan menganalisis isi dari suatu teks. “isi” dalam hal ini dapat berupa kata, arti (makna), gambar, simbol, ide, tema, atau beberapa pesan yang dapat dikomunikasikan (Neuman, 2003).[7]
Adapun analisis isi dapat dilihat pada Tabel 3.
Tabel 3. Analisis Isi
Jenis Subyek Penguasaan/ Pemilikan Tanah
Pengetahuan
Sikap
Tindakan
Petani pemilik
1.      Tanah mempunyai nilai investasi
2.      Investasi tanah lebih menguntungkan daripada investas lain
3.      Nilai tanah terus meningkat

4.      Tanah harus dikelola untuk memperoleh hasil
5.      Mengetahui program BPN (LARASITA, PRONA, PRODA, Redistribusi tanah, dll)
6.      Mengetahui manfaat penggunaan tanah
7.      Mengetahui lokasi tanah mempengaruhi harga tanah
8.      Mengetahui sertipikat tanah dapat diagunkan
9.      Mengetahui hasil yang paling menguntungkan dari pemanfaatan tanah
10.   Mengetahui hasil tanahnya mencukupi kebutuhan sehari-hari
1.    Berkeinginan untuk investasi tanah
2.    Lebih memilih membeli tanah daripada investasi lain

3.    Berkeinginan mempertahankan tanah miliknya
4.    Berkeinginan mengusahakan tanah secara optimal
5.    Berkeinginan diikut sertakan dalam program BPN


6.    Berkeinginan memanfaatkan tanah
7.    Berkeinginan mempunyai tanah di lokasi strategis
8.    Berkeinginan mengagunkan sertipikat
9.    Berkeinginan memanfaatkan tanah dengan cara lain.

10. Berkeinginan hasil tanah mencukupi kebutuhan sehari-hari
1.     Sudah berinvestasi tanah

2.     mempertahankan tanah dan membeli tanah lagi

3.     Mempertahankan tanah miliknya
4.     Mengusahakan tanah secara optimal
5.     Mendapatkan program BPN



6.     Sudah memanfaatkan tanah secara optimal
7.     Membeli tanah dilokasi strategis
8.     Belum mengagunkan sertipikat
9.     Melakukan pemanfaatan tanah dengan cara lain

10.  Hasil tanah tersebut cukup untuk kebutuhan sehari-hari
Petani penyewa
1.     Mengetahui tanah mempunyai nilai investasi
2.     Mengetahui nilai tanah terus meningkat
3.     Mengetahui tanah harus dikelola untuk memperoleh hasil
4.     Mengetahui  manfaat penggunaan tanah
1.     Berkeinginan untuk investasi tanah
2.     Berkeinginan mempunyai tanah

3.     Berkeinginan mengelola tanah


4.     Berkeinginan memanfaatkan tanah
1.     Sudah menginvestasikan tanah
2.     Akan membeli tanah

3.     Akan mengelola tanah agar memperoleh hasil

4.     Memanfaatkan tanah secara optimal
Petani penggarap/buruh
1.     Tidak mempunyai nilai investasi
2.     Mengetahui nilai tanah terus meningkat
3.     Tanah harus dikelola untuk memperoleh hasil

4.     Mengetahui manfaat penggunaan tanah
5.     Mengetahui lokasi tanah mempengaruhi harga tanah
1.     Belum berkeinginan dalam investasi tanah
2.     Berkeinginan memiliki tanah

3.     Berkeinginan mengelola tanah untuk memperoleh hasil

4.     Berkeinginan memanfaatkan tanah
5.     Berkeinginan memiliki tanah di lokasi strategis
1.     Tidak menginvestasikan tanah
2.     Akan membeli tanah

3.     Mengelola tanah untuk mendapatkan hasil

4.     Memanfaatkan tanah lebih optimal
5.     Belum memiliki tanah
Petani
1.     Tanah mempunyai nilai investasi
2.     Mengetahui penting sertipikasi tanah
3.     Mengetahui tanah dapat diagunkan
1.     Berkeinginan untuk investasi tanah
2.     Berkeinginan mensertipikatkan tanah
3.     Tidak berkeinginan untuk mengagunkan tanah
1.     Sudah menginvestasikan tanah
2.     Menunggu program BPN untuk sertipikasi tanah.
3.     Tidak mengagunkan tanah
Petani + Pedagang
1.     Tanah mempunyai nilai investasi
2.     Mengetahui pentingnya sertipikasi tanah
3.     Mengetahui tanah dapat diagunkan
1.     Berkeinginan untuk investasi tanah
2.     Berkeinginan mensertipikatkan tanah
3.     Berkeinginan mengagunkan tanah
1.     Sudah menginvestasikan tanah
2.     Mensertipikatkan sendiri tanah
3.     Sudah mengagunkan tanah

Ada lima subyek penguasaan/pemilikan tanah, yaitu petani pemilik, petani penyewa, petani pengarap/buruh tani, petani, dan petani pedagang. Petani pemilik disini adalah mereka yang mempunyai tanah yang diusahakan sendiri, disewakan atau menyuruh buruh untuk mengusahakan tanahnya. Petani Penyewa merupakan petani yang menyewa tanah milik orang lain secara bertahap minimal satu tahun dengan kisaran harga sewa tanah Rp. 1.500.000,-/bidang/petak. Petani penggarap/buruh adalah mereka yang dibayar berdasarkan upah harian dari pemilik tanah atau penyewa tanah dengan upah rata-rata Rp. 25.000,-/hari. Sedangkan yang dimaksud Petani disini adalah mereka yang mempunyai pekerjaan semata-mata hanya sebagai petani saja, tidak ada pekerjaan sampingan lainnya, sedangkan petani pedagang adalah mereka yang bekerja sebagai petani dan juga mempunyai pekerjaan lain sebagai pedagang.
Dari Tabel 3 menunjukkan bahwa baik petani pemilik maupun petani penyewa mengetahui bahwa tanah itu mempunyai nilai investasi, selain itu tanah juga lebih menguntungkan dibandingkan dengan investasi lain seperti membeli perhiasan, deposito dan lain sebagainya. Mereka juga sependapat bahwa harga  tanah terus meningkat dan lokasi tanah mempengaruhi harga tanah. Tanah juga harus diusahakan/dimanfaatkan secara optimal sehingga mendapatkan hasil  yang dapat memenuhi kebutuhan hidup sehari-hari.
Petani pemilik berkeinginan untuk mensertipikatkan tanahnya sehingga mendapatkan kepastian hukum tetapi mereka menunggu program sertipikasi massal dari BPN karena menurut mereka pengurusan sertipikat secara perorangan biayanya mahal dan memakan waktu lama.
Pada prinsipnya petani penyewa juga ingin memiliki tanah untuk dimanfaatkan secara optimal karena biaya sewa tanah pertanian tersebut lebih besar dari hasil panen yang diperoleh.
Adapun petani penggarap karena upah yang sangat kecil, walaupun mereka mengetahui bahwa investasi itu pasti menguntungkan tetapi karena kondisi keuangan maka mereka tidak ada kemampuan untuk membeli tanah.
Mereka yang hanya berprofesi sebagai petani tanpa ada pekerjaan sampingan lainnya, sama seperti petani pemilik mengetahui bahwa investasi tanah sangat menguntungkan dibandingkan dengan investasi lainnya, dan berkeinginan untuk mensertipikatkan tanahnya tetapi mereka memilih untuk menunggu program dari BPN, dan untuk petani yang tanahnya sudah bersertipikat tidak memanfaatkan tanahnya untuk dijadikan agunan sebagai modal usaha.
Untuk petani yang juga sekaligus berprofesi sebagai pedagang, keinginan untuk mensertipikatkan tanah sangat tinggi karena dengan sertipikat tanah tersebut dapat dimanfaatkan sebagai agunan untuk mendapatkan modal usaha.
Dari wawancara yang dilakukan terhadap responden pemilik tanah dan penyewa tanah diperoleh gambaran bahwa jika mempunyai modal untuk membeli tanah maka mereka lebih memilih untuk membeli tanah dan dijadikan rumah untuk disewakan dari pada untuk membeli tanah pertanian.
Pandangan terhadap indikator ekonomi tanah menurut Subyek penguasaan/pemilikan tanah, dapat dikelompokan menjadi beberapa poin utama,  yaitu :
·           Bahwa tanah mempunyai nilai investasi.
·           Investasi tanah lebih menguntungkan daripada investasi lain.
·           Mengetahui harga tanah terus meningkat.
·           Bahwa lokasi tanah yang strategis mempengaruhi harga tanah.
·           Mengetahui pentingnya sertipikasi tanah.
·           Bahwa tanah dapat dijadikan jaminan/agunan.
Ditinjau dari nilai ekonomi tanah, maka tidak dapat disangkal bahwa tanah merupakan sumberdaya alam yang sangat penting untuk kelangsungan hidup manusia karena sumberdaya tanah merupakan masukan yang diperlukan untuk setiap bentuk aktivitas manusia. Penguasaan tanah menunjukkan status sosial, ekonomi atau politik seseorang.
Secara konsepsi, pengetahuan responden bahwa tanah mempunyai nilai investasi, dan tanah lebih menguntungkan dibandingkan dengan investasi lain sejalan dengan konsep tanah sebagai faktor produksi dan barang konsumsi. Para pakar ekonomi seringkali menggolongkan tanah sebagai salah satu faktor dasar produksi, disamping tenaga kerja, modal dan manajemen. Tanah juga dapat berfungsi sebagai faktor produksi (input faktor) pada berbagai aktivitas ekonomi seperti pertanian (dalam arti luas), permukiman, dan kegiatan industri. Sebagai faktor produksi, biasanya tanah akan diperhitungkan sebagai sumber penghasil makanan, bahan bangunan, mineral sumber energi dan bahan baku lainnya yang dibutuhkan oleh masyarakat moderen. Sedangkan sebagai barang konsumsi tanah seringkali ingin dimiliki oleh manusia tidak saja karena secara langsung mampu meningkatkan hasil produksi, namun juga memiliki nilai sebagai barang konsumsi.
                  Selain  sebagai faktor produksi, tanah juga dapat dijadikan agunan untuk digunakan mengambil kredit  di Bank sebagai modal usaha. Tanah mempunyai nilai yang cukup tinggi sebagai modal usaha karena nilai tanah yang terus meningkat, dan sifat tanah sebagai benda tidak bergerak mempunyai nilai yang lebih tinggi dibandingkan benda bergerak seperti perhiasan, mobil dan sebagainya. Dalam konsep modal,   tanah juga diperhitungkan sebagai modal. Dari sudut pandang ekonomi seringkali tanah dan modal sulit sekali dipisahkan secara jelas.

Lokasi tanah juga berpengaruh terhadap nilai tanah, oleh karena itu tanah memiliki nilai pasar dan nilai ekonomi yang berbeda-beda. Tanah diperkotaan yang digunakan untuk kegiatan industri dan perdagangan biasanya memiliki nilai pasar yang tertinggi karena di situ terletak tempat tinggal dan sumber penghidupan manusia yang memberikan nilai produksi yang tertinggi. Dari penelitian ini juga memperoleh gambaran bahwa ada kecenderungan pemilik tanah pertanian untuk mengalihkan pemanfaatan tanahnya menjadi perumahan (non pertanian) karena menyewakan rumah lebih menguntungkan dari pada menyewakan tanah pertanian.
Konsep welfare state (negara kesejahteraan) menghendaki agar negara dapat mensejahterakan rakyatnya. Negara Kesejahteraan, pada dasarnya mengacu pada peran negara yang aktif mengelola dan mengorganisasikan perekonomian yang didalamnya mencakup tanggung jawab negara untuk menjamin ketersediaan pelayanan kesejahteraan dasar  bagi warganya. Dengan tingkat pendapatan yang berkisar antara 20.000 s/d 25.000,- sangat tidak mungkin petani dapat hidup layak dan memenuhi kebutuhan hidup sehari-hari. Pemerintah perlu memberikan subsidi kepada petani agar mereka dapat tetap mempertahankan tanahnya sebagai tanah pertanian dan agar petani menjadi sejahtera.

KESIMPULAN
1.             Masyarakat mempunyai persepsi bahwa tanah merupakan nilai investasi yang paling berharga dibandingkan investasi perhiasan, deposito, dan barang bergerak lainnya.
2.             Masyarakat mengharapkan adanya program sertipikasi tanah dari BPN, karena mereka menganggap bahwa pengurusan tanah secara perorangan memakan waktu lama dan biayanya mahal.
3.             Masyarakat mengetahui bahwa tanah selain untuk investasi juga dapat sebagai faktor produksi dan dapat diperhitungkan sebagai modal, dalam sudut pandang ekonomi tanah dan modal sulit dipisahkan secara jelas, karena tanah dapat dijadikan modal usaha  dengan cara dijaminkan/dijadikan agunan.
DAFTAR PUSTAKA



[*] Puslitbang - Badan Pertanahan Nasional RI, Jl. H. Agus Salim No.58 Jakarta Pusat


[1] Joyo Winoto. 2006. Judul . (http://www.brighten.or.id, diakses 26 Oktober 2010).
[2] Reforma Agraria,
[3] Pengertian Persepsi. .(http://www.infoskripsi.com/Article/Pengertian-Persepsi.html, diakses 28 Oktober 2010
[4]Konsep Tentang Persepsi. .(http://www.damandiri.or.id/file/setiabudiipbtinjauanpustaka.pdf, diakses 28 Oktober 2010)
[5] Konsep ekonomi atas sumber daya tanah. 2009. (http://www.atifhidayat.wordpress.com/2009/02/03/konsep/ekonomi/tanah, diakses 28 Oktober 2010)
[6] Buletin Psikologi, Tahun VII, No.1, Juni 1999, 13-27. 2009. (http://fatur.staff.ugm.ac.id/file/JURNAL%20-20Keadilan%20Sosial.pdf, diakses 26 Oktober 2010)
[7] Martono, Nanang. 2010. Metode Penelitian Kuantitatif: Analisis Isi dan Analisis Data Sekunder. Jakarta : PT RajaGrafindo Persada.

PERSEPSI MASYARAKAT TERHADAP INDIKATOR EKONOMI TANAH

PERSEPSI MASYARAKAT TERHADAP INDIKATOR EKONOMI TANAH Trie Sakti, Suryalita dan Robin T.H. Sijabat [*] Abstrak Tanah merupakan sa...