PERSEPSI MASYARAKAT TERHADAP INDIKATOR EKONOMI TANAH
Trie Sakti,
Suryalita dan Robin T.H. Sijabat[*]
Abstrak
Tanah
merupakan salah satu komoditi yang mempunyai nilai ekonomi yang sangat tinggi,
yang diakibatkan oleh kebutuhan tanah yang terus meningkat dan ketersediannya
terbatas. Penelitian ini mengexplorasi sejauh mana pengetahuan, sikap dan
perilaku masyarakat terhadap nilai ekonomi tanah yang mereka miliki. Penelitian
ini menggunakan pendekatan kualitatif, dengan analisis isi. Data dikumpulkan
dengan menggunakan kuesioner. Persepsi masyarakat akan investasi tanah
merupakan salah satu pemanfaatan nilai ekonomi yang dapat digunakan sebagai
modal, dimana tidak terlepasnya peran serta program BPN dalam sertipikasi
tanah.
Kata kunci : persepsi, indikator, ekonomi
tanah
I.
PENDAHULUAN
a.
Latar Belakang
Tanah memiliki fungsi dan kedudukan yang sangat
penting dalam berbagai bidang kehidupan, terlebih lagi sebagai tempat bermukim
dan tempat usaha. Pesatnya pembangunan diberbagai bidang kehidupan, menyebabkan
tanah menjadi komoditi yang mempunyai nilai ekonomi yang sangat tinggi dan
sulit dikendalikan. Kondisi demikian terutama diakibatkan oleh kebutuhan lahan
yang terus meningkat dengan sangat pesat sementara ketersediaannya terbatas,
dan tidak mungkin dapat diproduksi seperti kebutuhan lainnya.
Penguasaan dan pemilikan tanah menjadi tidak berimbang manakala kalangan
masyarakat atas atau perusahaan dapat dengan mudah menguasai dan memanfaatkan
lahan dengan skala luas. Sementara akses warga miskin terhadap penguasaan tanah
sangat kurang, hal ini menjadi salah satu penyebab kemiskinan di Indonesia
sulit berkurang. Ketimpangan penguasaan dan pemilikan tanah antara warga miskin
dan kalangan atas menyebabkan tingkat kemiskinan di Indonesia tidak pernah
berkurang dari 10%. Data Biro Pusat Statistik (BPS) menyebutkan jumlah orang
miskin di Indonesia kurang dari 40 juta jiwa, sementara Bank Dunia menyatakan
penduduk miskin kita lebih dari 90 juta jiwa. Fenomena ini pula memunculkan
kecemburuan sosial yang berujung pada aksi-aksi anarkis masyarakat.
Tanah dikaitkan dengan pasal 1 UUPA bahwa tanah merupakan karunia Tuhan,
dan selanjutnya dalam pasal 6 menyebutkan bahwa tanah mempunyai fungsi sosial. Dalam alinea keempat Pembukaan UUD 1945
dinyatakan bahwa cita-cita negara adalah mewujudkan keadilan sosial bagi
seluruh rakyat Indonesia. Negaralah yang harus berperan besar karena memiliki
kekuasaan atas seluruh bumi, air, dan ruang angkasa, sehingga nantinya dapat
dimanfaatkan nilai ekonomi tanah tersebut.
Untuk mewujudkan cita-cita tersebut, perlu mengedepankan keadilan dan kesejahteraan, yang kemudian oleh BPN RI
dirumuskan dalam 11 Agenda Prioritas, yang salah satunya adalah mengembangkan
dan memperbaharui politik, hukum, kebijakan pertanahan, yang kesemuanya
dibingkai dalam kebijakan reforma agraria atau pembaharuan agraria pertanahan.
Reforma agraria atau bisa juga disebut pembaharuan agraria, merupakan land reform plus. Plusnya adalah access reform. Di samping masyarakat sebagai subjek melalul distribusi tanah,
juga dikembangkan berbagai akses.
Akses yang akan diberikan itu bisa berupa akses terhadap ekonomi rakyat, kepada
kapasitas dan kemampuan, serta akses lainnya yang bisa mengembangkan tanahnya
lebih produktif lagi.[1] Dan kemudian pada tahun 2010, Presiden
meresmikan lima Program Strategis Pertanahan Untuk Keadilan dan Kesejahteraan
Rakyat yang meliputi: reforma agraria, pengendalian pertanahan dan pemberdayaan
masyarakat, penertiban tanah terlantar, penyelesaian sengketa pertanahan,
percepatan legalisasi aset tanah masyarakat dan tanah pemerintah serta
pengembangan akses masyarakat pada penguasaan dan pelayanan pertanahan melalui
Kantor Pertanahan bergerak, Larasita.
Program-program tersebut tentunya
harus bersinergi dengan program pembangunan daerah sehingga apa yang menjadi Visi
Indonesia tahun 2014 yaitu “Terwujudnya Indonesia Yang Sejahtera, Demokratis,
Dan Berkeadilan”, dapat terlaksana. Upaya mewujudkan peningkatan kesejahteraan
rakyat akan dilakukan melalui pembangunan ekonomi yang berlandaskan pada
keunggulan daya saing, kekayaan sumber daya alam, sumber daya manusia, dan
budaya bangsa.
Daerah harus membuat program untuk peningkatan kesejahteraan rakyat dan
mampu menggerakkan perekonomian rakyat baik ekonomi mikro, kecil dan menengah.
Kesemuanya adalah dalam rangka memenuhi hak-hak dasar rakyat, seperti diatur
dalam UUD 1945, antara lain adalah terpenuhinya kebutuhan sandang, pangan,
papan, dan pendidikan. Oleh karena
itu pendayagunaan tanah harus
mempunyai kemampuan yang handal dalam mengelola sumber daya ekonomi daerah dan
pemberdayaan masyarakat sehingga masyarakat dapat menikmati kualitas kehidupan
yang lebih baik, maju, dan tenteram.
Tanah tidak dapat dipungkiri merupakan akses masyarakat menuju kemajuan
dan pencapaian keadilan dan kesejahteraan sosial. Mencermati masalah tersebut di atas, kiranya perlu dilakukan
penelitian untuk mengetahui indikator ekonomi yang dapat digunakan untuk pemberian tanah bagi keadilan
dan kesejahteraan rakyat.
b.
Perumusan Masalah
Dalam
makalah ini penulis mencoba menelaah masalah sebagai berikut:
1.
Bagaimana persepsi masyarakat terhadap indikator ekonomi tanah untuk kesejahteraan rakyat?
2.
Bagaimana persepsi masyarakat terhadap program BPN untuk kesejahteraan rakyat?
3.
Bagaimana
persepsi masyarakat terhadap manfaat nilai ekonomi tanah untuk meningkatkan
kesejahteraan rakyat?
c.
Tujuan
Berdasarkan permasalahan penelitian di atas maka tujuan dari penelitian ini
yaitu:
1.
Mengetahui persepsi masyarakat terhadap Indikator ekonomi tanah untuk kesejahteraan rakyat;
2.
Mengetahui persepsi
masyarakat terhadap program BPN untuk kesejahteraan rakyat;
3.
Mengetahui
persepsi masyarakat terhadap manfaat nilai ekonomi tanah untuk meningkatkan
kesejahteraan rakyat.
d. Teori
Di berbagai
belahan dunia, reforma agraria merupakan jawaban yang muncul terhadap masalah ketimpangan struktur agraria,
kemiskinan dan ketahanan pangan dan pembangunan perdesaan. Berbagai negara
mengimplementasikan program pembaharuannya sesuai dengan struktur dan sistem
sosial, politik dan ekonomi yang dianutnya. Makna reforma agraria adalah
restrukturisasi penggunaan, pemanfaatan, penguasaan dan pemilikan sumber-sumber
agraria, terutama tanah yang mampu menjamin keadilan dan keberlanjutan
peningkatan kesejahteraan rakyat. Apabila makna ini didekomposisi, terdapat
lima komponen mendasar di dalamnya yaitu:
· Restrukturisasi penguasan asset tanah ke
arah penciptaan struktur sosial-ekonomi dan politik yang lebih berkeadilan (equity),
· Sumber peningkatan kesejahteraan yang
berbasis keagrarian (welfare)
· Penggunaan/pemanfaatan tanah dan
faktor-faktor produksi lainnya secara optimal (efficiency)
· Keberlanjutan (sustainability), dan
· Penyelesaian sengketa tanah (hormony)[2]
1. Konsep Persepsi
Manusia sebagai makhluk sosial
yang sekaligus juga makhluk individual, maka terdapat perbedaan antara individu
yang satu dengan yang lainnya (Wolberg, 1967). Adanya perbedaan inilah yang
antara lain menyebabkan mengapa seseorang menyenangi suatu obyek, sedangkan
orang lain tidak senang bahkan membenci obyek tersebut. Hal ini sangat
tergantung bagaimana individu menanggapi obyek tersebut dengan persepsinya.
Pada kenyataannya sebagian besar sikap, tingkah laku dan penyesuaian ditentukan
oleh persepsinya.
Persepsi pada hakikatnya
adalah merupakan proses penilaian seseorang terhadap obyek tertentu. Menurut
Young (1956) persepsi merupakan aktivitas mengindera, mengintegrasikan dan
memberikan penilaian pada obyek-obyek fisik maupun obyek sosial, dan
penginderaan tersebut tergantung pada stimulus fisik dan stimulus sosial yang
ada di lingkungannya. Sensasi-sensasi dari lingkungan akan diolah bersama-sama
dengan hal-hal yang telah dipelajari sebelumnya baik hal itu berupa
harapan-harapan,nilai-nilai, sikap, ingatan dan lain-lain. Sedangkan menurut Wagito
(1981) menyatakan bahwa persepsi merupakan proses psikologis dan hasil dari
penginderaan serta proses terakhir dari kesadaran, sehingga membentuk proses
berpikir. Di dalam proses persepsi individu dituntut untuk memberikan penilaian
terhadap suatu obyek yang dapat bersifat positif/negatif, senang atau tidak
senang dan sebagainya. Dengan adanya persepsi maka akan terbentuk sikap, yaitu
suatu kecenderungan yang stabil untuk berlaku atau bertindak secara tertentu di
dalam situasi yang tertentu pula (Polak, 1976). Dengan demikian persepsi
merupakan suatu fungsi biologis (melalui organ-organ sensoris) yang
memungkinkan individu menerima dan mengolah informasi dari lingkungan dan
mengadakan perubahan-perubahan di lingkungannya. (Eytonck, 1972).[3]
Persepsi, menurut Rakhmat
Jalaludin (1998: 51), adalah pengalaman tentang objek, peristiwa, atau hubungan-hubungan yang diperoleh dengan
menyimpulkan informasi dan
menafslrkan pesan. Menurut Ruch (1967:
300), persepsi adalah suatu proses tentang petunjuk-petunjuk inderawi (sensory) dan pengalaman masa lampau yang relevan
diorganisasikan untuk memberikan
kepada kita gambaran yang terstruktur dan bermakna pada suatu situasi tertentu. Senada dengan hal tersebut Atkinson dan
Hilgard (1991: 201) mengemukakan
bahwa persepsi adalah proses dimana kita menafsirkan dan mengorganisasikan pola stimulus dalam lingkungan.
Dikarenakan persepsi
bertautan dengan cara mendapatkan pengetahuan khusus tentang kejadian pada saat tertentu, maka
persepsi terjadi kapan saja stimulus menggerakkan
indera. Dalam hal ini persepsi diartikan sebagai proses mengetahui atau mengenali obyek dan kejadian obyektif
dengan bantuan indera (Chaplin, 1989: 358). Dalam hal ini, persepsi mencakup
penerimaan stimulus (inputs), pengorganisasian stimulus dan penerjemahan atau penafsiran stimulus yang telah
diorganisasi dengan cara yang dapat
mempengaruhi perilaku dan membentuk sikap, sehingga orang dapat cenderung menafsirkan perilaku orang lain sesuai dengan
keadaannya sendiri (Gibson, 1986: 54).[4]
2. Konsep Ekonomi Tanah
Konsep ekonomi
atas tanah dapat dibagi menjadi 6 bagian penting yaitu: 1) Konsep ruang,
2) Konsep Alam, 3) Faktor Produksi dan Barang Konsumsi, 4) Konsep
situasi, 5) Konsep property dan 6) Konsep Modal. Dari keenam konsep
ekonomi tanah di atas ada dua konsep yang berkaitan dengan penelitan ini, yaitu
:
1. Konsep faktor produksi dan barang konsumsi.
Oleh karena pengertian konsep tanah sebagai faktor produksi sangat dekat dengan pengertian konsep tanah sebagai barang konsumsi, maka kedua konsep ini digabungkan menjadi satu. Para pakar ekonomi seringkali menggolongkan tanah sebagai salah satu faktor dasar produksi, disamping tenaga kerja, modal dan manajemen.Sebagai faktor produksi, biasanya tanah akan diperhitungkan sebagai sumber penghasil makanan, bahan bangunan, mineral sumber energi dan bahan baku lainnya yang dibutuhkan oleh masyarakat moderen.Sedangkan sebagai barang konsumsi tanah seringkali ingin dimiliki oleh manusia tidak saja karena secara langsung mampu meningkatkan hasil produksi, namun juga memiliki nilai sebagai barang konsumsi.
Oleh karena pengertian konsep tanah sebagai faktor produksi sangat dekat dengan pengertian konsep tanah sebagai barang konsumsi, maka kedua konsep ini digabungkan menjadi satu. Para pakar ekonomi seringkali menggolongkan tanah sebagai salah satu faktor dasar produksi, disamping tenaga kerja, modal dan manajemen.Sebagai faktor produksi, biasanya tanah akan diperhitungkan sebagai sumber penghasil makanan, bahan bangunan, mineral sumber energi dan bahan baku lainnya yang dibutuhkan oleh masyarakat moderen.Sedangkan sebagai barang konsumsi tanah seringkali ingin dimiliki oleh manusia tidak saja karena secara langsung mampu meningkatkan hasil produksi, namun juga memiliki nilai sebagai barang konsumsi.
2. Konsep modal.
Dalam kegiatan manusia, tanah sering dipandang sebagai faktor produksi. Oleh karena itu akan lebih realistis apabila tanah juga diperhitungkan sebagai modal. Dari sudut pandang ekonomi seringkali tanah dan modal sulit sekali dipisahkan secara jelas. Menurut pandangan masyarakat biasa, tanah sering kali dianggap berjumlah tetap, tidak dapat rusak, tanah adalah sesuatu yang harus dibeli atau disewa sebagaimana barang modal lainnya. Dalam pengertian ini, tanah dapat dipandang sebagai modal oleh perorangan.[5]
Dalam kegiatan manusia, tanah sering dipandang sebagai faktor produksi. Oleh karena itu akan lebih realistis apabila tanah juga diperhitungkan sebagai modal. Dari sudut pandang ekonomi seringkali tanah dan modal sulit sekali dipisahkan secara jelas. Menurut pandangan masyarakat biasa, tanah sering kali dianggap berjumlah tetap, tidak dapat rusak, tanah adalah sesuatu yang harus dibeli atau disewa sebagaimana barang modal lainnya. Dalam pengertian ini, tanah dapat dipandang sebagai modal oleh perorangan.[5]
3. Konsep Kesejahteraan
Beberapa ahli (Miceli dkk., 1991; Minton dkk.,
1994) mengemukakan bahwa keadilan harus diformulasikan pada tiga tingkatan,
yaitu outcome, prosedur, dan sistem. Di sini penilaian keadilan tidak
hanya tergantung pada besar kecilnya sesuatu yang didapat (outcome),
tetapi juga pada cara menentukannya dan sistem atau kebijakan di balik itu.
Paham negara hukum telah ada pada abad XVIII, dipelopori oleh Immanuel
Kant (1724-1804). Pada masa itu yang dimaksud negara hukum adalah negara yang
mengatur masalah keamanan dan ketertiban di dalam negara berdasarkan hukum yang
berlaku, sedangkan urusan ekonomi dan sosial diserahkan kepada inisiatif
masyarakat. Negara hukum yang demikian itu kemudian disebut negara hukum dalam
arti formal, sempit, klasik, murni atau negara hukum penjaga malam (nightwatcher),
sebab negara tidak ikut campur dalam urusan kesejahteraan rakyat. Keadaan itu
menimbulkan gejala liberalisme pada bidang politik dan kapitalisme pada bidang
ekonomi.
Perkembangan kedua paham
itu (liberalisme dan kapitalisme) merangsang tumbuhnya dua teori, yaitu teori
negara kesejahteraan (welfare state) atau sosialisme demokrasi dan teori
sosialisme komunis. Menurut teori negara kesejahteraan, negara hukum adalah
negara yang segala tindakannya didasarkan pada hokum, baik tertulis maupun tidak tertulis
dengan kewajiban mewujudkan kesejahteraan bagi seluruh warga negara. Teori ini
kemudian disebut negara hukum modern, negara hukum dalam arti luas, negara
hukum material.[6]
II.
METODE PENELITIAN
Waktu dan Tempat
Penelitian ini dilaksanakan pada
tanggal 29 Oktober 2010 dan mengambil lokasi RT.02 RW.09, Desa Ciherang, Kecamatan Dramaga, Kabupaten Bogor. Penelitian ini mengambil populasi masyarakat di RT.02 RW.09, Desa Ciherang yang
pekerjaanya sebagai petani.
Cara Pengumpulan Data
Pengumpulan data penelitian ini dilakukan dengan pendekatan survey. Teknik penarikan sampel menggunakan teknik penarikan sampel acak sederhana (simple random sampling) terhadap data primer.
Metode Analisis Data
Penelitian ini menggunakan pendekatan kualitatif. Metode analisisnya menggunakan metode content
analysis untuk data primer
dan pengumpulan datanya dilaksanakan melalui pengisian kuesioner dan
wawancara secara mendalam kepada masyarakat. Data yang berasal dari data primer,
dikelompokkan dan kemudian dianalisis secara kualitatif.
Unit analisis
penduduk RT.02 RW.09 Desa
Ciherang, Kecamatan Dramaga, yang bekerja sebagai petani, dengan usia 30 sampai dengan 70 tahun. Jumlah responden yang mengisi kuesioner sebanyak 8 orang. Sampel diambil 10% dari jumlah populasi di RT.02
RW.09 yang berjumlah ± 80 KK.
III.
HASIL DAN PEMBAHASAN
Penelitian ini dilakukan dengan menganalisis Persepsi Masyarakat Terhadap
Indikator Ekonomi Tanah. Sampel diambil di Desa Ciherang Kecamatan Dramaga. Jumlah penduduk Desa Ciherang ± 9.548
jiwa dengan luas wilayah 466 Ha. Kemudian diambil sampel RT.02 RW.09
yang berjumlah ± 80 KK. Dari
jumlah 80 KK tersebut diambil sampel sebanyak 10%, sehingga sampelnya berjumlah
8 responden. Berikut ini akan disajikan hasil pengolahan data dari 8 responden,
sebagai berikut:
1.
Karakteristik responden
Adapun
karakteristik responden, dapat dilihat pada Tabel 1.
Tabel 1.
Karakteristik Responden
No.
|
Karakteristik Responden
|
Jumlah
|
Rata-Rata
|
1
|
Jenis Kelamin
|
||
- Laki-laki
|
5
|
0,63
|
|
- Wanita
|
3
|
0,38
|
|
2
|
Usia
|
||
- 30 - 50 Tahun
|
5
|
0,63
|
|
- 51 - 70 Tahun
|
3
|
0,38
|
|
3
|
Pendidikan terakhir
|
||
- SD
|
8
|
1,00
|
|
4
|
Pekerjaan
|
||
- Petani
|
4
|
0,50
|
|
- Ibu rumah tangga
|
3
|
0,38
|
|
- Pedagang
|
1
|
0,13
|
|
5
|
Status Tanah yang
Dimiliki
|
||
- Hak milik
|
3
|
0,38
|
|
- Sewa
|
0
|
-
|
|
- Bekas Milik Adat
|
5
|
0,63
|
|
6
|
Lamanya Kepemilikan
Tanah
|
||
- > 20 Tahun
|
7
|
0,88
|
|
- 20 s.d 5 Tahun
|
-
|
-
|
|
- < 5 Tahun
|
1
|
0,13
|
Untuk
karakteristik jenis penggunaan tanah, disajikan pada Tabel 2.
Tabel 2. Karakteristik Jenis Penggunaan Tanah.
Jenis Penggunaan Tanah
|
Jumlah
|
Rata-Rata
|
- Sawah
|
38.300
|
4.788
|
- Kebun
|
-
|
-
|
- Pekarangan
|
-
|
-
|
- Rumah
|
2.492
|
312
|
- Lainnya
|
1.170
|
146
|
Dari Tabel 1 dan Tabel 2,
terlihat bahwa 8 responden tersebut, terdapat 3 responden wanita dan 5 responden laki-laki. Usia dari responden
berkisar 30 tahun sampai
dengan 50 tahun berjumlah 5 orang, dan 51 tahun sampai dengan 70 tahun
berjumlah 3 orang. Pendidikan terkahir dari 8 responden tersebut adalah Sekolah
Dasar. Sementara itu jenis pekerjaan dari para responden, petani berjumlah 4
responden, yang bekerja sebagai ibu rumah tangga 3 responden dan 1 responden
sebagai pedagang. Adapun jenis penggunaan tanah yang terdapat di lokasi adalah
tanah sawah dan rumah. Status tanah dari 8 responden, 3 responden yang dimiliki
adalah hak milik, dan 5 responden lainnya adalah tanah milik adat yang
didapatkan dari warisan. Rata-rata pemilikan tanah yang dikuasai oleh responden
adalah 7 responden menguasai/memiliki tanah tersebut diatas 20 tahun dan 1
responden di bawah 5 tahun. Jenis
penggunaan tanahnya, tanah sawah mempunyai luas 38.300 M2 dan tanah
untuk rumah seluas 2.492 M2, sedangkan tanah lainnya mempunyai luas
1.170 M2.
2.
Analisis Isi
Secara umum,
analisis isi berupaya mengungkap berbagai informasi dibalik data yang disajikan
dimedia atau teks. Analisi isi dapat didefinisikan sebagai teknik mengumpulkan
dan menganalisis isi dari suatu teks. “isi” dalam hal ini dapat berupa kata,
arti (makna), gambar, simbol, ide, tema, atau beberapa pesan yang dapat
dikomunikasikan (Neuman, 2003).[7]
Adapun analisis
isi dapat dilihat pada Tabel 3.
Tabel 3. Analisis Isi
Jenis
Subyek Penguasaan/ Pemilikan
Tanah
|
Pengetahuan
|
Sikap
|
Tindakan
|
Petani pemilik
|
1. Tanah mempunyai nilai investasi
2. Investasi tanah lebih menguntungkan daripada investas
lain
3. Nilai tanah terus meningkat
4. Tanah harus dikelola untuk memperoleh hasil
5. Mengetahui program BPN (LARASITA, PRONA, PRODA,
Redistribusi tanah, dll)
6. Mengetahui manfaat penggunaan tanah
7. Mengetahui lokasi tanah mempengaruhi harga tanah
8. Mengetahui sertipikat tanah dapat diagunkan
9. Mengetahui hasil yang paling menguntungkan dari
pemanfaatan tanah
10. Mengetahui hasil tanahnya mencukupi kebutuhan
sehari-hari
|
1. Berkeinginan untuk investasi tanah
2. Lebih memilih membeli tanah daripada investasi lain
3. Berkeinginan mempertahankan tanah miliknya
4. Berkeinginan mengusahakan tanah secara optimal
5. Berkeinginan diikut sertakan dalam program BPN
6. Berkeinginan memanfaatkan tanah
7. Berkeinginan mempunyai tanah di lokasi strategis
8. Berkeinginan mengagunkan sertipikat
9. Berkeinginan memanfaatkan tanah dengan cara lain.
10. Berkeinginan hasil tanah mencukupi kebutuhan
sehari-hari
|
1. Sudah berinvestasi tanah
2. mempertahankan tanah dan membeli tanah lagi
3. Mempertahankan tanah miliknya
4. Mengusahakan tanah secara optimal
5. Mendapatkan program BPN
6. Sudah memanfaatkan tanah secara optimal
7. Membeli tanah dilokasi strategis
8. Belum mengagunkan sertipikat
9. Melakukan pemanfaatan tanah dengan cara lain
10. Hasil tanah tersebut cukup untuk kebutuhan
sehari-hari
|
Petani penyewa
|
1. Mengetahui tanah mempunyai nilai investasi
2. Mengetahui nilai tanah terus meningkat
3. Mengetahui tanah harus dikelola untuk memperoleh
hasil
4. Mengetahui
manfaat penggunaan tanah
|
1. Berkeinginan untuk investasi tanah
2. Berkeinginan mempunyai tanah
3. Berkeinginan mengelola tanah
4. Berkeinginan memanfaatkan tanah
|
1. Sudah menginvestasikan tanah
2. Akan membeli tanah
3. Akan mengelola tanah agar memperoleh hasil
4. Memanfaatkan tanah secara optimal
|
Petani penggarap/buruh
|
1. Tidak mempunyai nilai investasi
2. Mengetahui nilai tanah terus meningkat
3. Tanah harus dikelola untuk memperoleh hasil
4. Mengetahui manfaat penggunaan tanah
5. Mengetahui lokasi tanah mempengaruhi harga tanah
|
1. Belum berkeinginan dalam investasi tanah
2. Berkeinginan memiliki tanah
3. Berkeinginan mengelola tanah untuk memperoleh hasil
4. Berkeinginan memanfaatkan tanah
5. Berkeinginan memiliki tanah di lokasi strategis
|
1. Tidak menginvestasikan tanah
2. Akan membeli tanah
3. Mengelola tanah untuk mendapatkan hasil
4. Memanfaatkan tanah lebih optimal
5. Belum memiliki tanah
|
Petani
|
1. Tanah mempunyai nilai investasi
2. Mengetahui penting sertipikasi tanah
3. Mengetahui tanah dapat diagunkan
|
1. Berkeinginan untuk investasi tanah
2. Berkeinginan mensertipikatkan tanah
3. Tidak berkeinginan untuk mengagunkan tanah
|
1. Sudah menginvestasikan tanah
2. Menunggu program BPN untuk sertipikasi tanah.
3. Tidak mengagunkan tanah
|
Petani + Pedagang
|
1. Tanah mempunyai nilai investasi
2. Mengetahui pentingnya sertipikasi tanah
3. Mengetahui tanah dapat diagunkan
|
1. Berkeinginan untuk investasi tanah
2. Berkeinginan mensertipikatkan tanah
3. Berkeinginan mengagunkan tanah
|
1. Sudah menginvestasikan tanah
2. Mensertipikatkan sendiri tanah
3. Sudah mengagunkan tanah
|
Ada lima subyek penguasaan/pemilikan tanah, yaitu petani
pemilik, petani penyewa, petani pengarap/buruh tani, petani, dan petani
pedagang. Petani pemilik disini adalah mereka yang mempunyai tanah yang
diusahakan sendiri, disewakan atau menyuruh buruh untuk mengusahakan tanahnya.
Petani Penyewa merupakan petani yang menyewa tanah milik orang lain secara
bertahap minimal satu tahun dengan kisaran harga sewa tanah Rp.
1.500.000,-/bidang/petak. Petani penggarap/buruh adalah mereka yang dibayar
berdasarkan upah harian dari pemilik tanah atau penyewa tanah dengan upah
rata-rata Rp. 25.000,-/hari. Sedangkan yang dimaksud Petani disini adalah
mereka yang mempunyai pekerjaan semata-mata hanya sebagai petani saja, tidak
ada pekerjaan sampingan lainnya, sedangkan petani pedagang adalah mereka yang
bekerja sebagai petani dan juga mempunyai pekerjaan lain sebagai pedagang.
Dari Tabel 3
menunjukkan bahwa baik petani pemilik maupun petani penyewa mengetahui bahwa
tanah itu mempunyai nilai investasi, selain itu tanah juga lebih menguntungkan dibandingkan dengan
investasi lain seperti
membeli perhiasan, deposito dan lain
sebagainya. Mereka juga sependapat bahwa harga tanah terus meningkat dan lokasi tanah
mempengaruhi harga tanah. Tanah juga harus diusahakan/dimanfaatkan secara
optimal sehingga mendapatkan hasil yang
dapat memenuhi kebutuhan hidup sehari-hari.
Petani pemilik berkeinginan untuk mensertipikatkan tanahnya
sehingga mendapatkan kepastian hukum tetapi mereka menunggu program sertipikasi
massal dari BPN karena menurut mereka pengurusan sertipikat secara perorangan
biayanya mahal dan memakan waktu lama.
Pada prinsipnya petani penyewa juga ingin memiliki tanah
untuk dimanfaatkan secara optimal karena biaya sewa tanah pertanian tersebut
lebih besar dari hasil panen yang diperoleh.
Adapun petani penggarap karena upah yang sangat kecil,
walaupun mereka mengetahui bahwa investasi itu pasti menguntungkan tetapi
karena kondisi keuangan maka mereka tidak ada kemampuan untuk membeli tanah.
Mereka yang hanya berprofesi sebagai petani tanpa ada
pekerjaan sampingan lainnya, sama seperti petani pemilik mengetahui bahwa
investasi tanah sangat menguntungkan dibandingkan dengan investasi lainnya, dan
berkeinginan untuk mensertipikatkan tanahnya tetapi mereka memilih untuk
menunggu program dari BPN, dan untuk petani yang tanahnya sudah bersertipikat
tidak memanfaatkan tanahnya untuk dijadikan agunan sebagai modal usaha.
Untuk petani yang juga sekaligus berprofesi sebagai
pedagang, keinginan untuk mensertipikatkan tanah sangat tinggi karena dengan
sertipikat tanah tersebut dapat dimanfaatkan sebagai agunan untuk mendapatkan
modal usaha.
Dari wawancara yang dilakukan terhadap responden pemilik
tanah dan penyewa tanah diperoleh gambaran bahwa jika mempunyai modal untuk
membeli tanah maka mereka lebih memilih untuk membeli tanah dan dijadikan rumah
untuk disewakan dari pada untuk membeli tanah pertanian.
Pandangan terhadap indikator ekonomi tanah menurut Subyek penguasaan/pemilikan
tanah, dapat dikelompokan menjadi beberapa poin utama, yaitu :
·
Bahwa tanah mempunyai nilai investasi.
·
Investasi tanah lebih menguntungkan daripada
investasi lain.
·
Mengetahui harga tanah terus meningkat.
·
Bahwa lokasi tanah yang strategis mempengaruhi harga tanah.
·
Mengetahui pentingnya sertipikasi tanah.
·
Bahwa tanah dapat dijadikan jaminan/agunan.
Ditinjau
dari nilai ekonomi tanah, maka tidak dapat disangkal bahwa tanah merupakan sumberdaya alam yang sangat
penting untuk kelangsungan hidup manusia karena sumberdaya tanah merupakan
masukan yang diperlukan untuk setiap bentuk aktivitas manusia. Penguasaan tanah
menunjukkan status sosial, ekonomi atau politik seseorang.
Secara
konsepsi, pengetahuan responden bahwa tanah mempunyai nilai investasi, dan
tanah lebih menguntungkan dibandingkan dengan investasi lain sejalan dengan
konsep tanah sebagai faktor produksi dan barang konsumsi. Para pakar ekonomi
seringkali menggolongkan tanah sebagai salah satu faktor dasar produksi,
disamping tenaga kerja, modal dan manajemen. Tanah juga dapat berfungsi sebagai faktor produksi (input faktor) pada
berbagai aktivitas ekonomi seperti pertanian (dalam arti luas), permukiman, dan
kegiatan industri. Sebagai faktor produksi, biasanya tanah akan
diperhitungkan sebagai sumber penghasil makanan, bahan bangunan, mineral sumber
energi dan bahan baku lainnya yang dibutuhkan oleh masyarakat moderen. Sedangkan sebagai barang konsumsi tanah
seringkali ingin dimiliki oleh manusia tidak saja karena secara langsung mampu
meningkatkan hasil produksi, namun juga memiliki nilai sebagai barang konsumsi.
Selain
sebagai faktor produksi, tanah juga dapat dijadikan agunan untuk
digunakan mengambil kredit di Bank
sebagai modal usaha. Tanah mempunyai nilai yang cukup tinggi sebagai modal
usaha karena nilai tanah yang terus meningkat, dan sifat tanah sebagai benda
tidak bergerak mempunyai nilai yang lebih tinggi dibandingkan benda bergerak
seperti perhiasan, mobil dan sebagainya. Dalam konsep modal, tanah juga diperhitungkan sebagai modal.
Dari sudut pandang ekonomi seringkali tanah dan modal sulit sekali dipisahkan
secara jelas.
Lokasi tanah juga berpengaruh terhadap nilai
tanah, oleh karena itu tanah memiliki nilai pasar dan nilai ekonomi yang
berbeda-beda. Tanah diperkotaan yang digunakan untuk kegiatan industri dan
perdagangan biasanya memiliki nilai pasar yang tertinggi karena di situ
terletak tempat tinggal dan sumber penghidupan manusia yang memberikan nilai
produksi yang tertinggi. Dari penelitian ini juga memperoleh gambaran bahwa ada
kecenderungan pemilik tanah pertanian untuk mengalihkan pemanfaatan tanahnya
menjadi perumahan (non pertanian) karena menyewakan rumah lebih menguntungkan
dari pada menyewakan tanah pertanian.
Konsep
welfare state (negara kesejahteraan) menghendaki agar negara dapat
mensejahterakan rakyatnya. Negara Kesejahteraan, pada dasarnya mengacu pada
peran negara yang aktif mengelola dan mengorganisasikan perekonomian yang
didalamnya mencakup tanggung jawab negara untuk menjamin ketersediaan pelayanan
kesejahteraan dasar bagi warganya.
Dengan tingkat pendapatan yang berkisar antara 20.000 s/d 25.000,- sangat tidak
mungkin petani dapat hidup layak dan memenuhi kebutuhan hidup sehari-hari.
Pemerintah perlu memberikan subsidi kepada petani agar mereka dapat tetap
mempertahankan tanahnya sebagai tanah pertanian dan agar petani menjadi
sejahtera.
KESIMPULAN
1.
Masyarakat mempunyai persepsi bahwa tanah
merupakan nilai investasi yang paling berharga dibandingkan investasi
perhiasan, deposito, dan barang bergerak lainnya.
2.
Masyarakat mengharapkan adanya program
sertipikasi tanah dari BPN, karena mereka menganggap bahwa pengurusan tanah
secara perorangan memakan waktu lama dan biayanya mahal.
3.
Masyarakat mengetahui bahwa tanah selain untuk
investasi juga dapat sebagai faktor produksi dan dapat diperhitungkan sebagai
modal, dalam sudut pandang ekonomi tanah dan modal sulit dipisahkan secara
jelas, karena tanah dapat dijadikan modal usaha dengan cara dijaminkan/dijadikan agunan.
DAFTAR PUSTAKA
[3] Pengertian Persepsi. .(http://www.infoskripsi.com/Article/Pengertian-Persepsi.html, diakses 28 Oktober 2010
[4]Konsep Tentang Persepsi. .(http://www.damandiri.or.id/file/setiabudiipbtinjauanpustaka.pdf, diakses 28 Oktober 2010)
[5] Konsep ekonomi atas
sumber daya tanah. 2009. (http://www.atifhidayat.wordpress.com/2009/02/03/konsep/ekonomi/tanah, diakses 28 Oktober 2010)
[6] Buletin Psikologi, Tahun VII, No.1, Juni
1999, 13-27. 2009. (http://fatur.staff.ugm.ac.id/file/JURNAL%20-20Keadilan%20Sosial.pdf,
diakses 26 Oktober 2010)
[7] Martono, Nanang. 2010. Metode Penelitian Kuantitatif: Analisis Isi
dan Analisis Data Sekunder. Jakarta : PT RajaGrafindo Persada.